Thursday, November 12, 2015

Tidak dapat Sertifikat di EF (English First)

Umumnya bila suatu lembaga kursus menyelenggarakan sebuah kursus apapun itu jenisnya misalnya bahasa Inggris, kecantikan, kepribadian dan lain-lain akan mendapatkan sertifikat sebagai tanda bahwa siswa telah berhasil menyelesaikan kursusnya di level tersebut.

Tidak seperti tempat kursus lainnya, di EF (English First) tidak mendapatkan sertifikat melainkan hanya mendapat rapot. Siswa akan mendapat sertifikat bila sebuah buku telah selesai dipelajari. Padahal untuk menyelesaikan sebuah buku bisa sampai enam level. Artinya siswa harus merogoh koceknya sebanyak enam kali pembayaran atau selama kurang lebih 1 tahun. Satu level kurang lebih dua bulan. Jadi 2 kali 6 sama dengan 12 bulan.

Bentuk dan kualitas bahan kertas yang dipakai untuk rapot dan sertifikat tentu saja berbeda. Kualitas rapot dibawah sertifikat.  Rapot terbuat dari kertas tebal (bahan karton) yang dilipat menjadi dua. Tidak terlihat mewah dan seperti sekedarnya saja.


Saran saya buat EF, English First. Sebaiknya setiap level mendapatkan sertifikat dan bukan rapot. Sebuah sertifikat merupakan kebanggaan bagi siswa dan dapat disimpan. Tetapi rapot mungkin besok sudah hilang entah kemana…karena tidak menarik.

Friday, November 6, 2015

Mengantri lama di stasiun Gambir

Ada yang baru di stasiun kereta api Gambir yaitu sistim antriannya menggunakan tiket nomor.  Nomor antrian diambil dari mesin yang disediakan dan selanjutnya nomor akan dipanggil melalui pengeras suara. Sayangnya tidak ada display nomor pada masing-masing loketnya sehingga pengunjung tidak tahu nomor berapa sekarang yang sedang dilayani oleh loket. Ada sih sebenarnya TV kecil di pojok tapi kondisinya rusak atau tidak berfungsi. Kemungkinan TV ini menampilkan nomor antrian yang sedang dipanggil. Tapi ya itu tadi rusakkkkkk…. Padahal sistim ini termasuk baru. Karena seminggu yang lalu saya pesan tiket masih mengantri biasa.

Hari itu saya datang sekitar jam 13:30, namun kekecewaan yang di dapat. Dengan sistim baru ini maka pengambilan nomor dibatasi sampai jam 13:00. Jadinya saya tidak bisa membeli tiket kereta api hari itu. Padahal didepan loket tertulis loket tutup jam 16:00. Pelayanan yang diberikan oleh PT.Kereta api bukannya semakin maju tetapi semakin mundur saja. Lucunya untuk pembatalan tiket buka pagi banget jam 05:00 dan tutupnya malam banget jam 21:30.

Disana memang ada loket mandiri seperti ATM namun karena saya membeli tiket untuk usia manula maka saya tidak menggunakan loket tersebut. Karena bila membeli di loket mandiri maka saya tidak dapat diskon 20 %. Termasuk kalau belinya lewat internet juga tidak dapat diskon makanya saya tetap memilih lewat loket biasa. Terpaksa pulang dengan kecewa.

Besoknya saya pergi lagi ke Gambir dan mendapat antrian nomor 86 pada jam 9:34. Nomor yang dilayani saat itu nomor 25. Dengan sistim baru ini bukannya tambah cepat tetapi tambah lambat. Setiap panggilan melalui pengeras suara berarti ada jeda waktu loket kosong. Belum lagi kalau orangnya tidak datang maka panggilan akan diulang lagi. Pelayanan tambah lambat lagi karena loket yang buka hanya 3 buah dari 4 loket yang ada (1 tutup). Ditambah lagi seringnya pegawai loket pergi entah kemana (mungkin makan atau minum atau ke toilet) sehingga sisa 2 loket. Akhirnya tiba giliran saya di loket pada jam 11:20. Nyaris hampir 2 jam lamanya menunggu antrian.





Saran saya pada PT.Kereta api antara lain :
-          Tambah jumlah loket yang ada menjadi 5 buah
-          Pasang display nomor antrian di depan masing-masing loket
-          Diskon untuk usia manula diberlakukan juga di mesin loket mandiri yang mirip ATM
        dan pemesanan lewat internet.
-          Jam tutup diperpanjang sampai malam (kalau perlu 24 jam).
-          Pengambilan nomor antrian jangan dibatasi sampai jam 13:00 melainkan sampai malam
        (kalau perlu 24 jam).

Wednesday, November 4, 2015

Rumah Makan Pesta Keboen Semarang banyak nyamuknya


Sudah hobi saya bila pergi ke luar kota maka wisata kuliner menjadi tujuan untuk menikmatinya. Maka rumah makan Pesta Keboen menjadi tujuan di Semarang. Letaknya berada di jalan Veteran Semarang.

Saya tidak menemukan intisari dari dari kata Keboen atau kebun. Asumsi saya adalah di dalam rumah makan itu ada kebunnya, tanaman atau pohon, tanah lapang dan udara segar. Tapi semuanya itu tidak ada, yang ada justru dekorasi sepeda tua putih.

Makanan yang dicoba adalah udang asam manis dengan jumlah porsi yang sedikit sekitar 8 ekor dengan ukuran yang kecil dan bukan jumbo. Sup ayam yang lebih banyak kuahnya. Sup bakso dan mihun yang mana baksonya kecil-kecil. Buntut goreng dengan bumbu coklatnya. Salad kentang dan nanas.

Kalau menurut saya, rasa makanannya biasa saja dan tidak istimewa. Nama rumah makannya tidak mencerminkan suasana yang sebenarnya. yang jadi masalah adalah banyak nyamuk yang beterbangan di meja makan dan sekitarnya sehingga mengganggu sekali dengan gigitannya yang berakibat gatal-gatal. Hal ini sudah saya laporkan kepada pegawainya tetapi yang bersangkutan kebingungan untuk menjawabnya dan tidak tahu solusinya. Saya ingin pinjam raket pengusir nyamuk namun dijawab tidak ada. Kedua tangan saya selalu tepak tepuk nyamuknya sehingga mengurangi kenyamanan dalam bersantap makan disana.

Saran saya kepada pemilik rumah makan Pesta Keboen Semarang adalah jagalah kebersihan. Adanya banyak nyamuk di meja makan menunjukkan adanya tempat yang kotor. Gunakan berbagai cara untuk menghilangkan nyamuk sehingga pengunjung tidak digigit nyamuk sampai bentol-bentol.